09/09/2024

Khabar Publik

berita selalu update dan terpercaya

Kasus Gugat Perceraian “Terbanyak” di Kaur.

2 min read

KHABAR PUBLIK.COM, || KAUR ~ Ada 484 kasus perceraian di Kaur sejak tahun 2019 hingga Oktober tahun 2021. Di mana 372 kasus cerai gugat karena faktor Ekonomi dan 112 kasus Cerai talak.

Total kasus perceraian itu terdiri dari cerai gugat yang diajukan istri sebanyak 372 dan cerai talak yang diajukan suami sebanyak 112. “Data tersebut terhitung sejak tahun 2019 hingga 29 Oktober 2021 saat ini,”ujar Humas Pengadilan Agama Bintuhan kabupaten Kaur Rahmat Yudistiawan S.sy saat di temui di kantornya jum’at 29/10/21

Dikatakan oleh Rahmat , penyebab perceraian sesuai data yang masuk pada 2021, masih didominasi faktor perselisihan yang terus menerus dan ekonomi. Di mana 372 kasus karena perselisihan di sebabkan Ekonomi, lantas sang istri melakukan gugatan cerai dan sebanyak 112 dengan kasus cerai talak, tentu saja di ajukan oleh sang suami.

“Paling banyak disebabkan oleh faktor perselisihan atau pertengkaran dan juga faktor ekonomi, serta meninggalkan salah satu pihak. Sisanya disebabkan oleh faktor-faktor lain seperti zina, KDRT, mabuk, poligami dan sebagainya,” ungkap Rahmat.

Selama pandemi COVID-19, lanjut Rahmat kasus perceraian yang ditangani PA Kaur tidak ada kenaikan secara signifikan, jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Angkanya masih sama seperti tahun lalu, kalaupun ada perbedaan itupun masih sedikit perbedaanya.

“Kemungkinan tingkat pengajuan tidak mengalami kenaikan, sehingga prediksinya untuk tahun 2021 ini berjalan stagnan setiap bulannya,” imbuhnya.

Terkait pelaksanaan sidang di PA Bintuhan Rahmat juga menyampaikan bahwa pihak PA telah memberlakukan PPKM dan menerapkan protokol kesehatan secara ketat.

setiap permulaan sidang, sebelum pemeriksaan perkara, kita / hakim senantiasa mengusahakan perdamaian antara pihak-pihak yang berperkara, karena hal tersebut adalah kewajiban hakim. “Perdamaian yang dimaksud disini adalah perdamaian yang dikenal dengan istilah “dading” dalam praktik hukum acara perdata, yakni persetujuan/perjanjian yang disetujui oleh kedua belah pihak yang bersengketa untuk mengakhiri perselisihan terhadap suatu perkara yang sedang diselesaikan oleh pengadilan. Hal ini pun sesuai dengan maksud pasal 82 ayat (4) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 jo pasal 31 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 beserta penjelasannya, dimana dikemukakan bahwa selama perkara belum diputus, usaha perdamaian para pihak yang berperkara dapat dilakukan setiap sidang pemeriksaan tutur Rahmat,

“Sebelum proses perceraian dimulai, pihak Pengadilan Agama (PA) Bintuhan kabupaten Kaur selalu berupaya melakukan mediasi terhadap kedua belah pihak, agar mengurungkan niatnya untuk berpisah. Tapi kalau buntu dan tidak menghasilkan apa-apa maka PA pun tidak bisa berbuat banyak,” pungkas Rahmat Yudistiawan S.sy.

Pewarta: (Pachroul Rozi).

Tinggalkan Balasan